Hari ini memiliki banyak keutamaan, diantaranya :
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ، مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو، ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمِ الْمَلَائِكَةَ، فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلَاءِ؟
“Tidak ada hari yang paling banyak Allah membebaskan hambaNya dari neraka dari hari Árofah. Dan sesungguhnya Allah mendekat, lalu Allah membanggakan para jamaáh haji kepada para malaikat. Maka Allah berkata kepada para malaikat, “Apa yang diinginkan oleh mereka (jamaáh haji yang sedang wuquf)? ([1])” (HR Muslim no 1348)
Nabi juga bersabda :
فَإِذَا وَقَفَ بِعَرَفَةَ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ: انْظُرُوا إِلَى عِبَادِي شُعثاً غُبراً اشْهَدُوا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ ذُنُوبَهُمْ وَإِنْ كَانَ عَدَدَ قَطْرِ السَّمَاءِ وَرَمْلِ عالجٍ
“Jika ia wuquf di Arofah maka Allah turun ke langit dunia lalu Allah berkata : Lihatlah hamba-hambaKu datang memenuhi panggilanKu dalam kondisi rambut semerawut dan penuh dengan debu, maka saksikanlah (wahai para malaikat) sesungguhnya aku telah mengampuni dosa-dosa mereka meskipun sebanyak butiran-butiran air hujan, meskipun sebanyak butiran-butiran pasir yang menjulang” (Shahih Ibni Khuzaimah no 1984, dinyatakan oleh Syaikh Al-Albani : Hasan ligoirihi)
Allah maha kaya, sama sekali tidak membutuhkan hajinya para jama’ah, tidak membutuhkan keletihan mereka, tidak membutuhkan apapun dari hambanya, akan tetapi Allah membanggakan para jam’ah haji di padang Arofah kepada para malaikat sebagai bentuk pemuliaan terhadap mereka.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ، أَنَّ رَجُلًا، مِنَ اليَهُودِ قَالَ لَهُ: يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، آيَةٌ فِي كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا، لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ اليَهُودِ نَزَلَتْ، لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ اليَوْمَ عِيدًا. قَالَ: أَيُّ آيَةٍ؟ قَالَ: {اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا} قَالَ عُمَرُ: «قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ اليَوْمَ، وَالمَكَانَ الَّذِي نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ»
Dari Úmar bin Al-Khottob bahwasanya ada seorang Yahudi berkata kepadanya, “Wahai Amirul mukminin, sebuah ayat di kitab suci kalian yang kalian membacanya, jika ayat tersebut turun kepada kami kaum Yahudi tentu kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya”. Umar berkata, “Ayat yang mana?”. Si Yahudi berkata, “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhoi Islam itu menjadi agama kalian” (QS Al-Maidah : 3). Umar berkata, “Kami telah mengetahui hari tersebut, demikian juga tempat diturunkannya ayat tersebut kepada Nabi shallallahu álaihi wasallam, yaitu tatkala Nabi wuquf di Arofah pada hari jumát” (HR Al-Bukhari no 45 dan Muslim no 3017)
Lihatlah bagaimana Yahudi saja mengerti bahwa hari Árofah adalah hari yang agung, hari diturunkannya ayat tentang sempurnanya nikmat Allah dan sempurnanya Islam, bahkan kalau itu turun di kalangan Yahudi akan dijadikan sebagai hari raya([2]).
وَاليَوْمُ الْمَشْهُودُ يَوْمُ عَرَفَةَ، وَالشَّاهِدُ يَوْمُ الجُمُعَةِ
“Hari yang dipersaksikan adalah hari Árofah, dan yang menyaksikan adalah hari jumát” (HR At-Tirmidzi no 3339, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam as-Shahihah no 1502 dan al-Mubarokfuri dalam Miráatul Mafaatiih 4/435) ([3])
Nabi bersabda :
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ، وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“Puasa hari Árofah aku beraharap kepada Allah agar mengampuni dosa setahun sebelumnya dan dosa setahun sesudahnya” (HR Muslim no 1162)
Jika orang yang tidak berhaji lalu berpuasa dan mendapatkan ampunan dosa, lantas bagaimana lagi dengan jamaáh haji yang langsung memohon ampunan di padang Árofah?
Dan di padang Arofah telah dibuat plakat dan plank yang menunjukan batasan-batasan Arofah.
Setelah khutbah baru kemudian adzan([9]), lalu iqomat lalu sholat dzuhur 2 rakaát lalu iqomat lagi dan sholat ashar 2 rakaát (jamak taqdim)([10]). Setelah selesai sholat maka jamaáh haji silahkan memulai wuqufnya dengan banyak berdoa dan berdzikir kepada Allah.
Usamah bin Zaid radhiallahu ánhumaa berkata :
كُنْتُ رَدِيفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ، فَرَفَعَ يَدَيْهِ يَدْعُو، فَمَالَتْ بِهِ نَاقَتُهُ، فَسَقَطَ خِطَامُهَا فَتَنَاوَلَ الْخِطَامَ بِإِحْدَى يَدَيْهِ، وَهُوَ رَافِعٌ يَدَهُ الْأُخْرَى
“Aku dibonceng di belakang Nabi shallallahu álaihi wasallam di padang Arofah. Maka beliau berdoa sambil mengangkat kedua tangannya, lalu onta beliau bergerak memiringkan beliau dan tali kekangnya terjatuh. Maka beliaupun mengambil tali kekang onta dengan salah satu tangannya dan tangannya yang lain tetap beliau angkat (untuk berdoa)” (HR An-Nasaai no 3011 dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Lihatlah bagaimana semangat Nabi shallallahu álaihi wasallam berdoa sambil tetap terus mengangkat tangan meskipun hanya satu tangan yang beliau angkat karena tangan yang satu harus memegang tali kekang onta beliau.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Abdullah bin Ámr bin al-Áash berkata :
كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ: ” لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، بِيَدِهِ الْخَيْرُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Doa Rasulullah shallallahu álaihi wasallam yang paling banyak (beliau ucapkan) tatkala hari Árofah adalah : Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa álaa kulli syai-in qodiir” (HR Ahmad no 6961 dan dihasankan oleh para pentahqiq Al-Musnad)
Dalam riwayat yang lain Nabi bersabda :
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِي: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ المُلْكُ وَلَهُ الحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik doa adalah doa di hari Árofah, dan sebaik-baik yang aku ucapkan dan juga para nabi sebelumku adalah : Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa álaa kulli syai-in qodiir” (HR At-Tirmidzi no 3585 dan dihasankan oleh Al-Albani)
Selain dzikir ini maka seorang haji bebas membaca doa apa saja dan dzikir apa saja yang ia sukai, bertakbir, bertahlil, bertalbiyah, dan lain-lain hingga maghrib (lihat Majmuu Al-Fataawa, Ibnu Taimiyyah 26/132)
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
“Sebaik-baik doá adalah doa di hari Arofah”
Ibnu ‘Abdilbarr berkata :
وَفِيهِ مِنَ الْفِقْهِ أَنَّ دُعَاءَ يَوْمِ عَرَفَةَ أَفْضَلُ مِنْ غَيْرِهِ … وَفِي الْحَدِيثِ أَيْضًا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ دُعَاءَ يَوْمِ عَرَفَةَ مُجَابٌ كُلُّهُ فِي الْأَغْلَبِ
“Diantara fikih hadits ini adalaha bahwasanya doa di hari Árofah lebih baik dari pada doa di hari-hari yang lain….dan hadits ini juga menunjukan bahwa doá pada hari Árofah secara dominan akan dikabulkan seluruhnya” (At-Tamhiid 6/41)
وَأَمَّا وُقُوفُكَ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ، فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَهْبِطُ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيُبَاهِي بِكُمُ الْمَلائِكَةَ، يَقُولُ: عِبَادِي جَاءُونِي شُعْثًا مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ يَرْجُونَ جَنَّتِي، فَلَوْ كَانَتْ ذُنُوبُكُمْ كَعَدَدِ الرَّمْلِ، أَوْ كَقَطْرِ الْمَطَرِ، أَوْ كَزَبَدِ الْبَحْرِ لَغَفَرَهَا، أَوْ لَغَفَرْتُهَا، أَفِيضُوا عِبَادِي مَغْفُورًا لَكُمْ وَلِمَنْ شَفَعْتُمْ لَهُ
“Adapun wuquf-mu di petang hari Árofah, maka sesungguhnya Allah tabaaroka wa taáala turun ke langit dunia, lalu Allah membanggakan kalian (para jamaáh haji) di hadapan para malaikat. Allah berkata, “Hamba-hambaKu, mereka mendatangiku dalam kondisi rambut semerawut dari segenap penjuru karena mengharapkan surgaKu. Jika dosa kalian sebanyak butiran pasir, sebanyak tetesan hujan atau sebanyak buih di lautan maka Aku akan mengampuninya, maka pergilah kalian (meninggalkan padang Arofah) dalam kondisi telah diampuni dosa-dosa kalian dan orang-orang yang kalian doakan mereka” ([12])
Maka hendaknya seseorang berbaik sangka kepada Allah dan menguatkan keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doanya di Arofah. Abdullah bin Al-Mubaarok berkata :
جِئْتُ إلَى سُفْيَانَ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ وَهُوَ جَاثٍ عَلَى رُكْبَتَيْهِ وَعَيْنَاهُ تَهْمِلَانِ فَبَكَيْتُ فَالْتَفَتَ إِلَيَّ فَقَالَ: مَا شَأْنُكَ؟ فَقُلْتُ: مَنْ أَسْوَأُ هَذَا الْجَمْعِ حَالًا؟ قَالَ: الَّذِي يَظُنُّ أَنَّ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُغْفَرَ لَهُمْ
“Aku mendatangi Sufyan At-Tsauri di petang hari Árofah, sementara beliau sedang bertelekan di atas kedua lututnya, kedua matanya mengalirkan air mata, maka akupun menangis. Lalu beliau menoleh kepadaku seraya berkata, “Ada apa denganmu?”. Aku berkata, “Siapakah orang yang paling buruk di antara kumpulan para jamaáh haji ini?”, beliau berkata, “Orang yang berprasangka bahwa Allah Azza wa Jalla tidak mengampuni mereka” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya di Husnu Adz-Dzhon billahi no 72)
Al-Fudhoil bin Íyaadh wuquf di padang Arofah lalu beliau melihat isakan dan tangisan manusia, maka ia berkata :
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ هَؤُلاَءِ صَارُوا إِلَى رَجُلٍ فَسَأَلُوْهُ دَانِقًا أَكَانَ يَرُدُّهُمْ؟ قَالَوا : لاَ، قَالَ : وَاللهِ، لَلْمَغْفِرَةُ عِنْدَ اللهِ أَهْوَنُ مِنْ إِجَابَةِ رَجُلٍ لَهُمْ بِدَانِقٍ
“Menurut kalian jika mereka (para jamaáh haji) semuanya pergi ke seseorang lantas mereka meminta kepadanya daniq (1/6 dirham) apakah orang ini akan menolak memberikan kepada mereka?”. Mereka berkata, “Tentu tidak”.
Al-Fudhoil berkata, “Demi Allah, sungguh ampunan di sisi Allah lebih mudah daripada pemberian orang tersebut 1/6 dirham kepada mereka” (Majlis fi Fadhli Yaumi Árofah, Ibnu Nashiruddi Ad-Dimasyqi hal 63)
Dalam sautu hadits yang mursal dari Tholhah bin Úbaidillah Al-Khuzaaí bahwasanya Nabi shallallahu álaihi wasallam bersabda:
مَا رُئِيَ الشَّيْطَانُ يَوْمًا هُوَ أَصْغَرُ فِيهِ وَلَا أَدْحَرُ وَلَا أَحْقَرُ وَلَا أَغْيَظُ مِنْهُ فِي يَوْمِ عَرَفَةَ؛ وَمَا ذَلِكَ إِلَّا مِمَّا يَرَى مِنْ تَنَزُّلِ الرَّحْمَةِ وَتَجَاوُزِ اللهِ عَنِ الذُّنُوبِ الْعِظَامِ
“Dan tidaklah terlihat syaitan pada suatu hari dalam konidisi paling kecil, paling terkalahkan, paling terhinakan, dan paling marah seperti di hari Arofah. Dan tidaklah hal ini kecuali karena syaitan melihat rahmat Allah yang banyak turun dan Allah memaafkan dosa-dosa yang besar” ([13])
وَيَقُولُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى «أَيُّهَا النَّاسُ، السَّكِينَةَ السَّكِينَةَ»
“Nabi mengisyaratkan dengan tangan kanannya seraya berkata, “Wahai manusia sekalian berjalanlah dengan tenang, berjalanlah dengan tenang” (HR Muslim no 1218).
Demikian juga Ibnu Ábbas meriwayatkan bahwa tatkala Nabi mendengar orang-orang memukul onta mereka dengan keras agar cepat berjalan, maka Nabi berkata :
أَيُّهَا النَّاسُ عَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَإِنَّ البِرَّ لَيْسَ بِالإِيضَاعِ
“Wahai manusia sekalian, hendaknya kalian tenang, karena sesungguhnya kebaikan bukan dengan cepat-cepat/teburu-buru” (HR Al-Bukhari no 1671)
Ibnu Hajar berkata,
فَبَيَّنَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ تَكَلُّفَ الْإِسْرَاعِ فِي السَّيْرِ لَيْسَ مِنَ الْبِرَّ أَيْ مِمَّا يُتَقَرَّبُ بِهِ وَمِنْ هَذَا أَخَذَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَوْلَهُ لَمَّا خَطَبَ بِعَرَفَةَ لَيْسَ السَّابِقُ مَنْ سَبَقَ بَعِيرُهُ وَفَرَسُهُ وَلَكِنَّ السَّابِقَ مَنْ غُفِرَ لَهُ
“Maka Nabi shallallahu álaihi wasallam menjelaskan bahwa berusah untuk cepat-cepat dalam perjalanan bukanlah merupakan kebaikan, yaitu bukan perkara yang mendekatkan diri kepada Allah. Dari sini Úmar bin Abdil Aziz tatkala berkhutbah di Árofah beliau berkata, “Bukanlah orang yang di depan adalah orang yang ontanya dan kudanya lebih di depan, akan tetapi orang yang di diepan adalah orang yang diampuni dosa-dosanya” (Fathul Baari 3/522)