Syarat-syarat thowaf

Syarat-syarat sahnya thowaf adalah :

  1. Niat untuk melaksanakan thowaf,
  2. karena Nabi shallallahu álaihi wasallam juga menamakan thowaf dengan sholat, sementara sholat tidak sah kecuali dengan niat berdasarkan kesepakatan

  3. Menutup aurot.
  4. Dahulu kaum musyrikin thawaf di Ka’bah dengan telanjang bulat. Sampai akhirnya pada tahun ke-9 H Nabi ﷺ mengutus Abū Bakr radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu untuk berhaji dan mengumumkan kepada seluruh orang bahwa:

    أَنْ لاَ يَحُجَّ بَعْدَ العَامِ مُشْرِكٌ وَلاَ يَطُوفَ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ

    “Ketahuilah, setelah tahun ini tidak boleh ada orang musyrik yang berhaji dan tidak boleh thawaf dalam keadaan telanjang di Ka’bah.” (HR Al-Bukhari no 369 dan Muslim no 1347) ([1])

    Larangan thowaf telanjang menunjukan bahwa menutup aruot tatkala thowaf adalah syarat sah thowaf.

  5. Bersuci dari hadats.
  6. Syarat ini diperselisihkan oleh para ulama, jumhur ulama berpendapat bahwa suci dari hadats adalah syarat sahnya thowaf, adapun madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa suci dari hadats bukan syarat sahnya thowaf. Akan tetapi mereka sepakat bahwa wanita haid dan nifas tidak boleh thowaf ([2])

    Sebagian ulama memperinci, yaitu syarat thowaf adalah suci dari hadats besar, akan tetapi bukanlah syarat : suci dari hadats kecil, yaitu tidak wajib berwudhu tatkala thowaf([3]). Akan tetapi seseorang berusaha untuk harus berwudhu sebelum thowaf, akan tetapi jika memang di tengah thowaf ia lalu berhadats dan dalam kondisi keramaian yang sangat padat -seperti di musim haji- maka tidak mengapa ia melanjutkan thowafnya. Karena mewajibkan seseorang yang dalam kondisi demikian untuk berwudhu dengan dalil yang tidak tegas dan jelas maka kurang tepat([4]).

    Jika ada udzur, seperti wanita haid/nifas, apakah boleh thowaf ifadhoh jika tidak memungkinkan baginya untuk thowaf di waktu yang lain, karena rombongannya akan meninggalkan mekah? Maka ada khilaf di kalangan para ulama. Sebagian ulama membolehkan sang wanita untuk tetap thowaf meski dalam kondisi haid karena darurat([5]).

  7. Putaran Thowaf dimulai dari hajar aswad. Maka putaran thowaf yang dimulai setelah lewat hajar aswad tidak sah([6])
  8. Menjadikan ka’bah di sebelah kiri tatkala thowaf.
  9. Memutari ka’bah secara utuh, maka tidak boleh masuk di al-Hijr tatkal thowaf.
  10. Thowaf harus di al-Masjid al-Haram, tidak boleh di luar al-Masjid al-Haram.
  11. Thowaf 7 putaran, tidak sah jika kurang dari 7 putaran -sebagaimana pendapat mayoritas ulama