- Tidak menjadikan ka’bah di sebelah kiri ketika thowaf. Sebagian orang untuk mengatur jama’ahnya/romobongannya akhirnya menjadikan ka’bah sebelah kanannya atau di belakangnya
- Meyakini bahwa setiap putaran ka’bah ada doa khusus. Padahal doa khusus hanya antara rukun yamani hingga hajar aswad, adapun selain itu maka doanya bebas
- Berhenti dengan waktu yang lama tatkala berhadapan dengan hajar aswad lalu berdoa di situ, padahal ini sangat mengganggu jamaa’ah thowaf yang berjubel sehingga putaran thowafpun terhambat
Adapun hadits yang diriwayatkan bahwa Nabi jika mengusap hajar aswad membaca doa :
اللَّهُمَّ إِيْمَانًا بِكَ وَتَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ وَاتِّبَاعًا سُنَّةَ نَبِيِّكَ
“Ya Allah karena beriman kepadaMu, karena membenarkan kitabMu, dan karena mengikuti sunnah NabiMu”
Maka ini adalah riwayat mauquf yang lemah sehingga tidak bisa dijadikan dalil. (lihat Ad-Dhoífah, Al-Albani no 1049)
- Berdoa dengan suara yang keras terlebih lagi secara rame-rame, karena ini bisa mengganggu jamaáh yang lain.
- Tetap memaksa untuk berlari-lari kecil padahal kondisi tempat thowaf sangat padat, maka hal ini akan mengganggu jamaáh yang lainnya.
- Mencium rukun yamani tatkala melewatinya, padahal sunnahnya hanyalah diusap
- Memberi isyarat kepada rukun yamani tatkala tidak bisa mengusapnya. Padahal ini hanya berlaku pada hajar aswad. Adapun rukun yamani jika tidak bisa mengusapnya maka cukup dilewati tanpa memberi isyarat dari jauh.
- Mencium-cium dan mengusap-ngusap bagian ka’bah yang lain, padahal hal ini tidak disyariátkan. Yang disyariátkan untuk diusap hanyalah hajar aswad dan rukun yamani
- Tatkala thowaf masih sibuk foto-foto dan berselfy ria sehingga lupa untuk banyak berdoa.