Sejarah Sa’i

Kedua : Hikmah disyariátkannya saí

Hikmahnya adalah untuk mengenang kisah bersejarah Hajar, bagaimana ketaatannya kepada Allah dan bagaimana ia tidak putus asa untuk meraih pertolongan Allah.

Ibnu Ad-Daqiiq -tatkala menjelaskan tentang hikmahnya ar-Romal- berkata :

وَفِي ذَلِكَ مِنْ الْحِكْمَةِ تَذَكُّرُ الْوَقَائِعِ الْمَاضِيَةِ لِلسَّلَفِ الْكِرَامِ، وَفِي طَيِّ تَذَكُّرِهَا: مَصَالِحُ دِينِيَّةٌ. إذْ يَتَبَيَّنُ فِي أَثْنَاءِ كَثِيرٍ مِنْهَا مَا كَانُوا عَلَيْهِ مِنْ امْتِثَالِ أَمْرِ اللَّهِ تَعَالَى، وَالْمُبَادَرَةِ إلَيْهِ، وَبَذْلِ الْأَنْفُسِ فِي ذَلِكَ. وَبِهَذِهِ النُّكْتَةِ يَظْهَرُ لَكَ أَنَّ كَثِيرًا مِنْ الْأَعْمَالِ الَّتِي وَقَعَتْ فِي الْحَجِّ، وَيُقَالُ فِيهَا ” إنَّهَا تَعَبُّدٌ ” لَيْسَتْ كَمَا قِيلَ. أَلَا تَرَى أَنَّا إذَا فَعَلْنَاهَا وَتَذَكَّرْنَا أَسْبَابَهَا: حَصَلَ لَنَا مِنْ ذَلِكَ تَعْظِيمُ الْأَوَّلِينَ، وَمَا كَانُوا عَلَيْهِ مِنْ احْتِمَالِ الْمَشَاقِّ فِي امْتِثَالِ أَمْرِ اللَّهِ، فَكَانَ هَذَا التَّذَكُّرُ بَاعِثًا لَنَا عَلَى مِثْلِ ذَلِكَ، وَمُقَرِّرًا فِي أَنْفُسِنَا تَعْظِيمَ الْأَوَّلِينَ. وَذَلِكَ مَعْنًى مَعْقُولٌ. مِثَالُهُ: السَّعْيُ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ. إذَا فَعَلْنَاهُ وَتَذَكَّرْنَا أَنَّ سَبَبَهُ: قِصَّةُ هَاجَرَ مَعَ ابْنِهَا، وَتَرْكُ الْخَلِيلِ لَهُمَا فِي ذَلِكَ الْمَكَانِ الْمُوحِشِ مُنْفَرِدَيْنِ مُنْقَطِعَيْ أَسْبَابِ الْحَيَاةِ بِالْكُلِّيَّةِ، مَعَ مَا أَظْهَرهُ اللَّهُ تَعَالَى لَهُمَا مِنْ الْكَرَامَةِ، وَالْآيَةِ فِي إخْرَاجِ الْمَاءِ لَهُمَا – كَانَ فِي ذَلِكَ مَصَالِحُ عَظِيمَةٌ. أَيْ فِي التَّذَكُّرِ لِتِلْكَ الْحَالِ. وَكَذَلِكَ ” رَمْيُ الْجِمَارِ ” إذَا فَعَلْنَاهُ، وَتَذَكَّرْنَا أَنَّ سَبَبَهُ: رَمْيُ إبْلِيسٍ بِالْجِمَارِ فِي هَذِهِ الْمَوَاضِعِ عِنْدَ إرَادَةِ الْخَلِيلِ ذَبْحَ وَلَدِهِ: حَصَلَ مِنْ ذَلِكَ مَصَالِحُ عَظِيمَةُ النَّفْعِ فِي الدِّينِ.

“Dan pada hal ini ada hikmah yaitu mengingat peristiwa-peristiwa lampau yang dilakukan oleh para salaf yang mulia. Dengan mengingat peristiwa-peristiwa tersebut memunculkan kemashlahatan-kemashlahatan agama. Yaitu menjadi jelas bagaimana pada peristiwa-peristiwa tersebut bagaimana ketundukan orang-orang terdahulu dalam menjalankan perintah Allah dan bersegera dalam menjalankannya serta pengorbanan jiwa dalam melaksanakannya. Dengan demikian jelaslah bahwa banyak amalan kegiatan haji yang dikatakan bahwa hikmahnya adalah sekedar menjalankan perintah Allah adalah ternyata tidak demikian. Tidakkah engkau lihat, jika kita melakukan amalan-amalan haji, lalu kita mengingat sebab terjadinya amalan tersebut maka kita akan mengingat agungnya orang-orang terdahulu, bagaimana kesabaran mereka dalam memikul kondisi-kondisi yang berat dalam menjalankan perintah Allah. Maka mengingat hal ini memotivasi kita untuk mencontohi mereka, menetapkan dalam jiwa kita pengagungan terhadap orang-orang terdahulu. Dan ini merupakan kandungan makna yang dipahami. Contohnya (juga) adalah saí antara bukit as-Shofa dan bukit al-Marwah. Jika kita mengerjakannya dan kita mengenang bahwa sebabnya yaitu kisah Hajar bersama putranya (Ismaíl) dimana Ibrahim meninggalkan mereka berdua di tempat tersebut yang sunyi dalam kondisi keduanya sendirian dan terputus secara total dari seluruh sebab-sebab kehidupan, lalu Allah menampakan karomah bagi mereka berdua, dan mukjizat keluarnya air zam-zam bagi mereka berdua, maka yang demikian itu adalah kemashlahatan-kemashlahatan yang agung yaitu dalam mengenang kondisi tersebut. Demikian juga melempar kerikil di jamaarot, jika kita mengerjakannya dan mengingat sebabnya yaitu Ibrahim melempar kerikil-kerikil kepada Iblis di lokasi-lokasi tersebut tatkala Ibrahim hendak menyembelih putranya, maka akan timbul kemashlahatan yang besar manfaatnya dalam agama” (Ihkaam Al-Ahkaam 2/72)

Asy-Syingqithi rahimahullah berkata :

وَقَوْلُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ: «فَذَلِكَ سَعْيُ النَّاسِ بَيْنَهُمَا» ، فِيهِ الْإِشَارَةُ الْكَافِيَةُ إِلَى حِكْمَةِ السَّعْيِ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ; لِأَنَّ هَاجَرَ سَعَتْ بَيْنَهُمَا السَّعْيَ الْمَذْكُورَ، وَهِيَ فِي أَشَدِّ حَاجَةٍ، وَأَعْظَمِ فَاقَةٍ إِلَى رَبِّهَا، لِأَنَّ ثَمَرَةَ كَبِدِهَا، وَهُوَ وَلَدُهَا إِسْمَاعِيلُ تَنْظُرُهُ يَتَلَوَّى مِنَ الْعَطَشِ فِي بَلَدٍ لَا مَاءَ فِيهِ، وَلَا أَنِيسَ، وَهِيَ أَيْضًا فِي جُوعٍ، وَعَطَشٍ فِي غَايَةِ الِاضْطِرَارِ إِلَى خَالِقِهَا جَلَّ وَعَلَا، وَهِيَ مِنْ شِدَّةِ الْكَرْبِ تَصْعَدُ عَلَى هَذَا الْجَبَلِ فَإِذَا لَمْ تَرَ شَيْئًا جَرَتْ إِلَى الثَّانِي فَصَعِدَتْ عَلَيْهِ لِتَرَى أَحَدًا، فَأُمِرَ النَّاسُ بِالسَّعْيِ بَيْنَ الصَّفَا، وَالْمَرْوَةِ لَيَشْعُرُوا بِأَنَّ حَاجَتَهُمْ وَفَقْرَهُمْ إِلَى خَالِقِهِمْ وَرَازِقِهِمْ كَحَاجَةِ وَفَقْرِ تِلْكَ الْمَرْأَةِ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ الضَّيِّقِ، وَالْكَرْبِ الْعَظِيمِ إِلَى خَالِقِهَا وَرَازِقِهَا، وَلِيَتَذَكَّرُوا أَنَّ مَنْ كَانَ يُطِيعُ اللَّهَ كَإِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ وَعَلَى نَبِيِّنَا الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لَا يُضَيِّعُهُ، وَلَا يُخَيِّبُ دُعَاءَهُ وَهَذِهِ حِكْمَةٌ بَالِغَةٌ ظَاهِرَةٌ دَلَّ عَلَيْهَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ

“Sabda Nabi shallallahu álaihi wasallam dalam hadits ini “Maka itulah kenapa orang-orang melakukan saí diantara as-Shofa dan al-Marwah” padanya ada isyarat yang cukup akan hikmahnya saí diantara as-Shofa dan al-Marwah. Karena Hajar telah melakukan saí tersebut antara keduanya. Sementara ia dalam kondisi sangat perlu dan sangat faqir kepada Rabbnya. Hal ini karena ia memandang buah hatinya -yaitu putranya Ismaíl- dalam kondisi menggeliat keseakitan karena kehausan di negeri yang tidak terdapat air sama sekali, dan tidak ada seorangpun. Demikian juga Hajar juga dalam kondisi lapar dan haus, yaitu dalam kondisi benar-benar darurat membutuhkan Rabbnya. Dalam kondisi sangat menderita maka iapun naik di atas bukit tersebut, tatkala ia tidak melihat apapun maka itupun berlari menuju dan naik ke bukit kedua untuk melihat apakah ada orang. Maka orang-orangpun diperintahkan untuk saí diantara As-Shofa dan al-Marwah agar mereka menghayati bahwasanya kebutuhan mereka dan kefaqiran mereka kepada Pencipta mereka dan Pmeberi rizki mereka seperti kebutuhan dan kefaqiran sang wanita tersebut di waktu yang genting dan penderitaan yang besar tersebut kepada Rabbnya dan Pemberi rizkinya. Agar mereka ingat bahwasanya barang siapa yang taat kepada Allah seperti Ibrahim álaihis salam tidak akan ditinggalkan oleh Allah, tidak akan disia-siakan doanya. Ini merupuan hikmah yang tinggi yang jelas yang ditunjukan oleh hadits yang shahih” (Adhwaaul Bayaan 4/480-481)

Al-Útsaimin berkata :

فَالإِنْسَانُ إِذَا سَعَى يَسْتَحْضِرُ أَوَّلاً: سُنَّةَ الرَّسُوْلِ ـ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ، وَثَانِياً: حَالَ هَذِهِ الْمَرْأَةِ وَأَنَّهَا وَقَعَتْ فِي شِدَّةٍ عَظِيْمَةٍ حَتَّى أَنْجَاهَا اللهُ، فَأَنْتَ الآنَ فِي شِدَّةٍ عَظِيْمَةٍ مِنَ الذُّنُوْبِ فَتَسْتَشْعِرُ أَنَّكَ تَحْتَاجُ إِلَى مَغْفِرَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ ـ كَمَا احْتَاجَتْ هَذِهِ الْمَرْأَةُ إِلَى الْغِذَاءِ، وَاحْتَاجَ وَلَدُهَا إِلَى اللَّبَنِ

“Seseorang ketika saí hendaknya ia mengadirkan, (yang pertama) ini adalah sunnah Rasulullah shallallahu álaihi wasallam. (yang kedua) hendaknya mengingat kondisi wanita ini (yaitu Hajra) yang berada dalam kondusi yang sangat genting hingga diselamatkan oleh Allah. Maka engkau sekarangpun dalam kondisi yang amat genting karen dosa-dosamu, maka engkaupun menghadirkan dalam hatimu bahwa engkau sangat membutuhkan ampunan Allah Azza wa Jalla sebagimana sang wanita ini membutuhkan makanan, dan demikian pula putranya yang membutuhkan susu” (Asy-Syarh Al-Mumti’ 7/271)